Minggu, 08 April 2012

Mari kita pelajari materi selanjutnya, yaitu bab Na'at dan Athaf. berikut sedikit penjelasannya....

BAB NA'AT DAN ATHAF

Na'at disebut juga dengan sifat, dan Man'ut adalah kata yang disifati. Seperti "baju putih".
Baju disebut: man'ut
Putih disebut: Sifat (Na'at).

Isim yang menjadi na'at itu pasti mengikuti pada man'ut (isim sebelumnya) dalam rafa', nasab dan jarnya, dan mengikuti ma'rifat dan nakirohnya. Seperti lafadz: "Zaid yang berakal telah berdiri".

Na'at itu mengikuti Man'ut dalam beberapa hal:
  1. Rafa' apabila man'ut marfu'
  2. Nashab apabila man'ut manshub
  3. Jarr apabila man'ut majrur
  4. Ma'rifat apabila man'ut ma'rifat
  5. Nakiroh apabila man'ut nakiroh.

    Ma’rifat adalah  isim yang menunjukkan arti tertentu (tidak mutlaq).


PENTINGNYA ILMU NAHWU

Disini penulis akan  menjelaskan sedikit tentang pentingya ilmu nahwu, manfaat serta hukum mempelajarinya. berikut sedikit penuturan kami.

    PENTINGNYA ILMU NAHWU
           
            Nahwu adalah ilmu yang membahas perubahan akhir kalimah yang berkaitan dengan I'rob, struktur kalimat serta bentuk kalimat.
Tujuan Ilmu Nahwu yaitu supaya mampu memahami makna Al-Qur'an dan Al-Hadits yang keduanya merupakan dasar agama islam.
        
            Manfaat Ilmu Nahwu itu sendiri yaitu agar mampu memahami bahasa arab dan struktur kalimahnya yang menjadi bahasa Al-Qur'an dan Al-Hadits, yang keduanya adalah dasar tuntunan hidup umat islam.
Keutamaan Ilmu Nahwu yaitu harus diketahui terlebih dahulu, sebab orang yang tidak mengetahui ilmu nahwu akan sangat berkurang dalam memahami Al-Qur'an dan Hadits, karena Al-Qur'an dan Hadits tidak seperti bahasa arab biasa.
     
            Sumber Ilmu Nahwu yaitu Al-Qur'an dan Hadits dan omongan orang arab yang masih tulen bukan omongan orang-orang sekarang.
       
            Hukum mempelajari ilmu nahwu yaitu :
  • Fardhu Kifayah (kewajiban kolektif) bagi salah satu penduduk.
  • Fardhu 'Ain (kewajiban individu) bagi orang-orang yang membaca tafsir dan hadits.
Ilmu nahwu sangat penting sekali di bandingkan dengan ilmu-ilmu agama lainnya yaitu Urjan/ penting sekali yang harus diketahui terlebih dahulu. Akan menemui jalan buntu orang yang melangkah menuju ilmu agama jika belum menguasai ilmu nahwu.

Jadi mempelajari ilmu nahwu itu sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa kita harus mempelajari ilmu nahwu terlebih dahulu sebelum mengetahui ilmu agama yang lain.

Demikian sedikit pembahasan yang dapat saya sampaikan, apabila artikel yang penulis buat kurang lengkap dan masih banyak kekurangan, penulis meminta maaf yang ebesar-besarnya, dan penulis sarankan kepada pembaca agar membaca referensi yang lebih akurat dan lebih baik lagi.

Rabu, 29 Februari 2012

Sejarah Nahwu Shorof

Ilmu Nahwu : Sejarah Asal (Ilmu) Nahwu

sejarah-nahwuSeperti halnya bahasa-bahasa yang lain, Bahasa Arab mempunyai kaidah-kaidah tersendiri di dalam mengungkapkan atau menuliskan sesuatu hal, baik berupa komunikasi atau informasi.
Lalu, bagaimana sebenarnya awal mula terbentuknya kaidah-kaidah ini, dan kenapa dikatakan dengan istilah nahwu?. Simak artikel berikut.
Pada jaman Jahiliyyah, kebiasaan orang-orang Arab ketika mereka berucap atau berkomunikasi dengan orang lain, mereka melakukannya dengan tabiat masing-masing, dan lafazh-lafazh yang muncul, terbentuk dengan peraturan yang telah ditetapkan mereka, di mana para junior belajar kepada senior, para anak belajar bahasa dari orang tuanya dan seterusnya. Namun ketika Islam datang dan menyebar ke negeri Persia dan Romawi, terjadinya pernikahan orang Arab dengan orang non Arab, serta terjadi perdagangan dan pendidikan, menjadikan Bahasa Arab bercampur baur dengan bahasa non Arab. Orang yang fasih bahasanya menjadi jelek dan banyak terjadi salah ucap, sehingga keindahan Bahasa Arab menjadi hilang. Dari kondisi inilah mendorong adanya pembuatan kaidah-kaidah yang disimpulkan dari ucapan orang Arab yang fasih yang bisa dijadikan rujukan dalam mengharakati bahasa Arab, sehingga muncullah ilmu pertama yang dibuat untuk menyelamatkan Bahasa Arab dari kerusakan, yang disebut dengan ilmu Nahwu.
Adapun orang yang pertama kali menyusun kaidah Bahasa Arab adalah Abul Aswad Ad-Duali dari Bani Kinaanah atas dasar perintah Khalifah Sayidina Ali Bin Abi Thalib, KW.
Terdapat suatu kisah yang dinukil dari Abul Aswad Ad-Duali, bahwasanya ketika ia sedang berjalan-jalan dengan anak perempuannya pada malam hari, sang anak mendongakkan wajahnya ke langit dan memikirkan tentang indahnya serta bagusnya bintang-bintang. Kemudian ia berkata,

 مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ

“Apakah yang paling indah di langit?”. Dengan mengkasrah hamzah, yang menunjukkan kalimat tanya.
Kemudian sang ayah mengatakan,

نُجُوْمُهَا يَا بُنَيَّةُ

“Wahai anakku, Bintang-bintangnya”.
Namun sang anak menyanggah dengan mengatakan,

 اِنَّمَا اَرَدْتُ التَّعَجُّبَ

“Sesungguhnya aku ingin mengungkapkan kekaguman”.
Maka sang ayah mengatakan, kalau begitu ucapkanlah,

 مَا اَحْسَنَ السَّمَاءَ

“Betapa indahnya langit”. Bukan,

 مَا اَحْسَنُ السَّمَاءِ

“Apakah yang paling indah di langit?”. Dengan memfathahkan hamzah…
****
Dikisahkan pula dari Abul Aswad Ad-Duali, ketika ia melewati seseorang yang sedang membaca al-Qur’an, ia mendengar sang qari membaca surat At-Taubah ayat 3 dengan ucapan,

 أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهُ

Dengan mengkasrahkan huruf lam pada kata rasuulihi yang seharusnya di dhommah. Menjadikan artinya “…Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya..”
Hal ini menyebabkan arti dari kalimat tersebut menjadi rusak dan menyesatkan.
Seharusnya kalimat tersebut adalah,

 أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُوْلُهُ

“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.”
Karena mendengar perkataan ini, Abul Aswad Ad-Duali menjadi ketakutan, ia takut keindahan Bahasa Arab menjadi rusak dan gagahnya Bahasa Arab ini menjadi hilang, padahal hal tersebut terjadi di awal mula daulah Islam.
Kemudian hal ini disadari oleh khalifah Ali Bin Abi Thalib, sehingga ia memperbaiki keadaan ini dengan membuat pembagian kata, bab inna dan saudaranya, bentuk idhofah (penyandaran), kalimat ta’ajjub (kekaguman), kata tanya dan selainnya, kemudian Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Abul Aswad Adduali,

 اُنْحُ هَذَا النَّحْوَ

“Ikutilah jalan ini”.
Dari kalimat inilah, ilmu kaidah Bahasa Arab disebut dengan ilmu nahwu. (Arti nahwu secara bahasa adalah arah).
Kemudian Abul Aswad Ad-Duali melaksanakan tugasnya dan menambahi kaidah tersebut dengan bab-bab lainnya sampai terkumpul bab-bab yang mencukupi. Kemudian, dari Abul Aswad Ad-Duali inilah muncul ulama-ulama Bahasa Arab lainnya, seperti Abu Amru bin ‘alaai, kemudian al Kholil al Farahidi al Bashri (peletak ilmu arudh dan penulis mu’jam pertama) , sampai ke Sibawaih dan Kisai (pakar ilmu nahwu, dan menjadi rujukan dalam kaidah Bahasa Arab).
Seiring dengan berjalannya waktu, kaidah Bahasa Arab berpecah belah menjadi dua mazhab, yakni mazhab Basrah dan Kuufi (padahal kedua-duanya bukan termasuk daerah Jazirah Arab). Kedua mazhab ini tidak henti-hentinya tersebar sampai akhirnya mereka membaguskan pembukuan ilmu nahwu sampai kepada kita sekarang.
Demikianlah sejarah awal terbentuknya ilmu nahwu, di mana kata nahwu ternyata berasal dari ucapan Khalifah Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Referensi : Al-Qowaaidul Asaasiyyah Lil Lughotil Arobiyyah